PONOROGO-Satu persatu anggota DPRD Ponorogo periode 1999-2004 diperiksa dalam kasus dugaan korupsi APBD 2004.Dari 38 mantan anggota dewan yang masuk daftar terperiksa,ada 35 yang sudah dimintai keterangan.Tiga yang lain telah meninggal dunia.Sedangkan empat anggota Fraksi TNI/Polri menjadi wewenang polisi militer untuk menyidiknya.
Menurut Kasat Reskrim Polres Ponorogo AKP Nyoto, sebanyak 38 mantan anggota dewan itu dikelompoknya menjadi lima.Yakni,kelompok ketua dan pimpinan dewan, panitia anggaran,panitia musyawarah,panitia khusus, serta kelompok anggota biasa.'Kami masih selesaikan penyidikannya.Unsur tindak pidana korupsi itu ya antara melawan hukum atau menyalahgunakan wewenang,' terang Nyoto saat mendampingi Kapolres Ponorogo AKBP Mas Gunarso,kemarin(28/2).
Berdasarkan data yang diperoleh,para mantan anggota dewan disangka telah melakukan tindak pidana korupsi yang suspect merugikan keuangan negara sebesar Rp 2.718 miliar.Madiun Corruption Watch(MCW)selaku pelapor menyoal munculnya sejumlah tunjangan pada pos anggaran dewan di APBD Ponorogo 2004.
Di antaranya,tunjangan kesejahteraan Rp275ribu perbulan;tunjangan telepon Rp250 ribu;tunjangan transportasi Rp100ribu;tunjangan kegiatan fraksi Rp63 ribu;dan tunjangan tambahan penghasilan Rp523ribu perbulan;untuk masing-masing anggota dewan.Dengan rampungnya pemeriksaan 35 mantan anggota dewan,Nyoto memperkirakan proses penyidikannya sudah berjalan 90 persen.Dia menargetkan pemeriksaan rampung pekan depan.Kemarin(28/2),ada tiga orang mantan anggota dewan diperiksa menyusul 32 koleganya yang lain.
Ketiganya adalah Agus Wasono(Partai Golkar),Hartutik (PKB),dan Kamsun(PDI-P).Mereka didampingi Totok Progresto,lawyer asal Jogja.Totok sempat menuding ada yang salah dalam proses penyidikan lantaran tunjangan yang diterima tiga kliennya sah.'Dasar penerimaan tunjangan itu adalah APBD dan tertuang dalam perda yang sampai sekarang belum pernah dicabut,'kata Totok.
Selain itu,dia menyoal perbuatan korupsi yang disangkakan terhadap kliennya dalam kapasitas anggota legislatif.Seharusnya,kata Totok,pihak satker pengguna anggaran atau eksekutif yang patut dipersalahkan. 'Bisa sekwan atau bahkan bupatinya,'tegas Totok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar